Dwining Putri Elfriede
Faculty Member School of Applied STEM, Universitas Prasetiya Mulya
Populasi dunia diperkirakan akan mencapai lebih dari 9 miliar orang pada tahun Kondisi itu akan memunculkan salah satu isu global yang perlu menjadi perhatian bersama di tahun-tahun mendatang, yaitu mengenai ketahanan pangan (Vasan dan Badard, 2021). Bagaimana strategi menghadapinya di masa yang tak pasti ini?
Sumber : http://ekonomi.uma.ac.id/
Ketahanan pangan dapat terwujud apabila setiap orang memiliki kemampuan fisik, sosial, dan ekonomi untuk memenuhi pangan yang cukup, aman, dan bergizi demi mempertahankan kehidupan yang aktif dan sehat.
Program-program penanganan isu ini telah dijalankan pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional, namun untuk mencapai masa depan pangan yang berkelanjutan terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu : 1) jumlah makanan yang diproduksi pada tahun 2022 dan permintaan pada tahun 2050 sebesar 7.400 triliun kalori, atau 56% lebih banyak kalori dari tanaman; 2) ketersediaan lahan pada tahun 2022 dan area yang dibutuhkan untuk produksi tanaman pada tahun 2050, yang diperkirakan mencapai 593 juta ha; dan 3) mitigasi gas rumah kaca (GRK) antara emisi GRK tahunan saat ini dan emisi yang kemungkinan berasal dari pertanian dan perubahan penggunaan lahan pada tahun 2050, yang diperkirakan setara dengan 15 Gt karbon dioksida.
Berbagai strategi untuk menghadapi isu ketahanan pangan, yaitu : 1) mengurangi pertumbuhan permintaan pangan dan produk pertanian; 2) meningkatkan produksi pangan tanpa memperluas penggunaan lahan pertanian; 3) mengurangi permintaan lahan pertanian untuk melindungi dan memulihkan hutan, sabana, dan lahan gambut; 4) meningkatkan pasokan ikan melalui pengelolaan budidaya perikanan; dan 5) mengurangi emisi GRK dari hasil produksi pertanian (Searchinger dkk, 2018).
Keamanan pangan dan gizi merupakan konsep dasar dalam ketahanan pangan. Penyakit bawaan makanan telah menyebabkan kematian yang cukup signifikan di seluruh dunia. Keamanan pangan memegang peranan penting untuk mengurangi malnutrisi yang dapat menyebabkan penurunan berat badan dan gangguan pertumbuhan, peningkatan kerentanan terhadap penyakit, peningkatan morbiditas, dan peningkatan kematian.
Sebagian besar negara maju memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk menjamin produksi makanan yang aman dan bergizi. Sistem dan prosedur tersebut belum sepenuhnya ditetapkan di negara berkembang untuk mendukung peningkatan produksi pangan, memfasilitasi akses pasar, dan berkontribusi pada keamanan pasokan pangan. Pentingnya pemenuhan kualitas dan keamanan pangan menjadi solusi yang tepat untuk menghadapi tantangan ketahanan pangan di dunia.
Sistem Ketahanan Pangan Dunia
Ketahanan pangan dunia bergantung kepada sistem jangka pendek dan jangka panjang serta kemampuannya untuk menghadapi dan beradaptasi terhadap masalah yang terjadi. Masalah-masalah yang dihadapi seperti pertambahan populasi manusia, perubahan pola makan, keterbatasan sumber daya alam, perubahan iklim, fluktuasi sosial ekonomi, dan variabilitas lingkungan (Godfray dkk 2010). Pengelolaan sistem dan kebijakan pangan terkait berupaya menciptakan ketahanan melalui swasembada, neraca perdagangan komoditas pertanian, modifikasi produksi, dan pengelolaan cadangan pangan.
Namun sayangnya, dampak sistemik dan guncangan global bergerak untuk mempengaruhi pola ekonomi, lingkungan, arus perdagangan, dan harga komoditas yang berdampak pada pasokan dan ketersediaan pangan. Fluktuasi pendapatan dan harga memiliki dampak terbesar pada akses pangan bagi masyarakat miskin, terutama saat terjadi inflasi harga, gagal panen, atau hilangnya aset.
Orang miskin cenderung lebih tangguh di negara-negara dengan pendapatan yang lebih tinggi, dimana tingkat pendidikan dan ketersediaan infrastruktur juga dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Menciptakan dan membangun sistem ketahanan pangan memerlukan pendekatan holistik yang mencakup semua aspek produksi pangan yang terkendali dan tidak terkendali. Aspek produksi tidak terkendali seperti perubahan iklim dan perubahan sosial ekonomi. Aspek produksi terkendali seperti tenaga kerja, akses pasar, kebijakan perdagangan pertanian, dan inovasi teknologi.
Stabilitas sistem pangan global bergantung pada umur simpan dan variabilitas bahan baku, kondisi iklim, ekonomi, politik, dan pergeseran sosial yang berperan dalam ketahanan rantai pasok pangan (Stone dkk 2015). Rantai pasokan dari supplier hingga produsen harus mampu merespon dan beradaptasi terhadap ketersediaan bahan baku, sumber daya, utilitas, aset, bahan bakar, transportasi, infrastruktur, jasa keuangan, pembatasan perdagangan, dan interaksi dengan konsumen.
Strategi di Indonesia
Permasalahan global dalam rantai pangan dapat menciptakan risiko kesehatan masyarakat, kelangkaan pangan yang aman dan bergizi, tidak sesuai permintaan, kekurangan stok cadangan pangan, dan harga yang mahal. Kerentanan rantai pangan ini sedang dimitigasi melalui investasi industri, termasuk penyediaan fasilitas, fleksibilitas sumber, dan efisiensi operasional, serta meningkatkan kesadaran dan antisipasi untuk merespons dengan cepat masalah keamanan dan kesiapan finansial. Pemerintah Indonesia kini telah melakukan sejumlah strategi untuk mewujudkan pangan yang berdaulat dan mandiri, yaitu : 1) menyediakan bantuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 3 persen hingga akhir tahun 2022; 2) membentuk Badan Pangan
Strategi Multi Disruptif di Masa yang Tak Pasti
Nasional; 3) kebijakan pembelian beras petani oleh perum BULOG; 4) melakukan diversi pangan lokal melalui perluasan lahan dan pembukaan area baru; 5) reformasi kebijakan pupuk bersubsidi; 6) mengembangkan kawasan sentra mandiri pangan berbasis korporasi petani (Media Kemenkeu, 2022)
Ketersediaan Pangan di Masa Depan
Dari seluruh dunia, 800 juta orang mengalami kekurangan gizi kronis, 2 miliar orang mengalami kekurangan zat gizi mikro, dan 159 juta anak di bawah usia 5 tahun terhambat pertumbuhannya. Hal ini dapat menghambat kesempatan mereka untuk meraih impian dan membatasi pertumbuhan ekonomi di negara mereka. Tren yang muncul seperti urbanisasi, migrasi, perubahan pola makan, dan perubahan iklim memerlukan pendekatan baru. Ketahanan pangan bukan hanya masalah kemanusiaan dengan meningkatnya kemiskinan dan kelaparan, namun perubahan iklim, degradasi sumber daya alam, dan tren demografi akan mengancam keamanan dan ketidakstabilan pasokan pangan.
Hal ini membuat negara dan masyarakat rentan terhadap peningkatan konflik dan potensi kekerasan. Ketahanan pangan merupakan suatu kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan yang memerlukan upaya yang efektif antara pemerintah, investor, masyarakat, dan sektor swasta. Ketahanan pangan dapat diukur melalui sistem produksi dan distribusi pangan yang dapat berfungsi dengan baik melalui segala rintangan.
Kemampuan sistem pangan untuk mengendalikan faktor-faktor yang berpengaruh dapat dipahami melalui perilaku populasi manusia untuk merespons dan beradaptasi dengan berbagai masalah. Kekokohan sistem pangan dapat mewakili kemampuannya untuk mencegah masalah, sedangkan ketahanan pangan tercermin melalui kemampuannya untuk menyerap, merespons, dan beradaptasi dengan masalah dan meminimalkan dampak resikonya.
Ketersediaan dan keterjangkauan pangan akan bergantung kepada seberapa banyak pangan aman yang dapat diproduksi oleh negara untuk memenuhi kebutuhan lokal dan negara pengimpor. Melangkah maju melalui abad ke-21, seringkali membutuhkan keputusan yang cepat untuk mendukung rantai pangan yang tangguh dan menghasilkan makanan yang aman dan bergizi bagi semua orang.
Untuk mengatasi hal tersebut, kita perlu mengembangkan solusi yang modern dan teknologi inovatif, mengembangkan sumber nutrisi alternatif, sistem kerja berkelanjutan dan mengandalkan kemajuan sosial, ekonomi, dan ilmiah. Mengintegrasikan sistem ketahanan pangan secara global dapat menggunakan kemajuan genetik seperti epigenetik dan memodulasi mikrobioma yang memiliki potensi untuk mengubah pemahaman kita tentang kesehatan dan nutrisi.
Kedua hal tersebut mempelajari bagaimana perilaku, aktivitas dan lingkungan seseorang dapat mengubah gen di dalam tubuh serta hubungan timbal baliknya pada lingkungan maupun antar sesama. Konsumen masa depan akan terus mendorong produsen untuk melakukan perubahan dengan tuntutan transparansi.
Meskipun sejumlah besar teknologi berkembang setiap hari, kita harus memahami bahwa setiap konsumen membutuhkan solusi yang berbeda tergantung kemajuan genetiknya. Akhirnya, petani, produsen dan sektor swasta diharapkan untuk terus menjalin kerja sama dengan akademisi dan organisasi pemerintah untuk membentuk kemitraan yang efisien dalam mendukung ketersediaan pangan pada tahun 2050.
Referensi
Godfray, H.C.J., Beddington, J.R., Crute, I.R., Haddad, L., Lawrence, D., Muir, J. F., Pretty, J., Robinson, S., Thomas, S.M., dan Toulmin, C. 2010. Food security: The challenge of feeding 9 billion people. Science 12:812
Media Kemenkeu. 2022. Ini Strategi Pemerintah Dorong Ketahanan Pangan untuk Hadapi Dinamika Global.
Dikutip dari
https://www.kemenkeu.go.id/informasipublik/publikasi/berita-utama/Strategi-Pemerintah-Dorong-Ketahanan-Pangan
Searchinger, T., Waite, R., Hanson, C., Ranganathan, J., Dumas, P., dan Matthews, E. Creating a sustainable food future: A menu of solutions to feed nearly 10 billion people by 2050. 2018. Dikutip dari www.wri.org/publication/creating-sustainablefood-future. World Resources Institute, Washington DCFMPM Vol.36 No.2 (2022):
Strategi Multi Disruptif di Masa yang Tak Pasti
Stone, J., Rahimifard, S., dan Woolley, E. An overview of resilience factors in food supply chains. 11th Biennial Conference of the European Society for Ecological Economics.
Dikutip dari https://dspace.lboro.ac.uk/2134/19826. ESEE, 2015
Vasan, A dan Badard, B.G. Global Food Security in the 21st Century – Resilience of the
Food Supply. 2021. Cereal Foods Woods. 64 (2). DOI:
https://doi.org/10.1094/CFW-64-2-0016