Bahan apa saja yang dibutuhkan untuk membuat pupuk?Bahan Pembuatan Pupuk…
Apa saja teknologi di bidang pertanian? Macam-Macam Teknologi Tepat Guna…
Irigasi adalah pembuangan air buatan dari sumber air yang tersedia ke suatu lahan dengan tujuan mengalirkannya secara teratur sesuai dengan kebutuhan tanaman pada saat suplai infiltrasi tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan tanaman, Sehingga tanaman bisa tumbuh normal.
Pengertian dan Istilah
Beranda
Arti Nusantara: Keanekaragaman dan Identitas Kebangsaan
Pengertian dan Istilah
Artikel yang menjelaskan pengertian dari sebuah istilah.
Arti Nusantara merupakan istilah dalam bahasa Indonesia yang merujuk pada wilayah kepulauan yang membentang di sekitar dan di antara benua Asia dan Australia.
Secara harfiah, Nusantara dapat diartikan sebagai Tanah Air atau Kepulauan. Kemudian, istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau.
Berikut ini adalah penjelasan arti Nusantara bagi bangsa Indonesia, merinci sejarah dan filosofinya, serta menyoroti bagaimana konsep ini membentuk identitas kebangsaan Indonesia.
Arti Nusantara bagi Indonesia
Aspek penting dalam arti Nusantara.
Berikut ini adalah beberapa aspek penting terkait dengan arti Nusantara, yaitu sebagai berikut:
1. Kepulauan Indonesia
Secara khusus, “Nusantara” digunakan untuk merujuk pada wilayah kepulauan Indonesia yang meliputi lebih dari 17.000 pulau besar dan kecil. Ini termasuk pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatra, Kalimantan (Borneo), Sulawesi, dan Papua, serta banyak pulau kecil lainnya.
2. Identitas Kebangsaan
Penggunaan istilah “Nusantara” dalam konteks sejarah dan kebangsaan memiliki makna khusus. Pada masa lalu, istilah ini digunakan untuk menyatukan identitas kebangsaan di antara berbagai suku dan budaya yang ada di kepulauan ini.
ADVERTISEMENT
3. Nilai Sejarah dan Budaya
“Nusantara” mencerminkan kekayaan sejarah dan budaya Indonesia. Wilayah ini telah menjadi pusat peradaban maritim, perdagangan, dan keberagaman budaya sejak zaman kuno.
4. Hubungan dengan Lingkungan
Penggunaan istilah “Nusantara” juga sering dikaitkan dengan hubungan yang erat antara masyarakat Indonesia dan lingkungannya, terutama laut dan kehidupan maritim. Indonesia dikenal sebagai negara maritim dengan kekayaan alam dan sumber daya laut yang melimpah.
Penggunaan istilah “Nusantara” mencerminkan gagasan tentang kesatuan dalam keragaman di antara berbagai pulau, suku, dan budaya di Indonesia.
Istilah ini sering digunakan untuk mengekspresikan identitas nasional yang kuat dan kekayaan warisan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Nusantara sebagai Identitas Kebangsaan
Nusantara dianggap sebagai identitas kebangsaan. Foto: Unsplash/Geio Tischler
Nusantara dianggap sebagai identitas kebangsaan. Foto: Unsplash/Geio Tischler
Lalu, Nusantara juga dianggap sebagai identitas kebangsaan. Berikut ini adalah penjelasannya:
1. Sejarah dan Peradaban
Nusantara memiliki sejarah yang panjang, dengan berbagai peradaban yang tumbuh dan berkembang di kepulauan ini. Mulai dari Kerajaan Sriwijaya di Sumatera hingga Majapahit di Jawa, jejak sejarah ini menciptakan landasan kebudayaan dan peradaban bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
2. Unity in Diversity
Moto “Bhinneka Tunggal Ika” atau “Beda namun satu” mencerminkan semangat persatuan dalam keberagaman. Nusantara adalah rumah bagi berbagai suku, agama, dan bahasa, tetapi bangsa ini bersatu dalam semangat kebangsaan yang kokoh.
Nusantara bukan sekadar sebutan geografis, tetapi juga mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman yang membangun identitas kebangsaan Indonesia.
Makna filosofis Nusantara mencakup persatuan dalam keberagaman, keterhubungan dengan alam, dan sejarah panjang peradaban.Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gadjah Mada, saat diangkat menjadi Patih Amangkubumi Kerajaan Majapahit (1336): “Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.”Konsep mengenai Nusantara sebagai sebuah daerah yang dipersatukan pada awalnya bukan berasal dari Gajah Mada, melainkan oleh Raja Kertanegara dari Kerajaan Singhasari—disebut juga Singasari atau Singosari—dalam Prasasti Mula Malurung yang diterbitkan oleh Kertanegara pada tahun 1255 atas perintah ayahnya, Wisnuwardhana (berkuasa pada tahun 1248–1268), selaku raja Singhasari.[5] Selain itu, pada 1275, istilah Cakravala Mandala Dvipantara digunakan oleh Kertanegara untuk menggambarkan aspirasi mengenai Kepulauan Asia Tenggara yang bersatu di bawah kekuasaan Singhasari dan ditandai sebagai permulaan atas usahanya dalam mewujudkan aspirasi tersebut.[6] Dvipantara merupakan sebuah kata dalam Bahasa Sansekerta yang berarti “pulau-pulau yang berada di tengah-tengah” sebagai sinonim terhadap kata Nusantara karena baik dvipa maupun nusa sama-sama berarti “pulau”.
Kertanegara membuat visi tentang penyatuan pemerintahan dan kerajaan maritim di Asia Tenggara sebagai pertahanan dalam menghadapi kebangkitan dari ekspansionis Dinasti Yuan dari China—atau Tiongkok—yang dipimpin oleh orang Mongol atau Kekaisaran Mongol di bawah kaisar Kubilai Khan.[7]
Pada tahun 1900-an istilah ini dihidupkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara[8] sebagai salah satu nama alternatif untuk negara merdeka selain Hindia Belanda. Sekalipun nama “Indonesia” (terj. ‘Kepulauan Hindia’) disetujui untuk digunakan sebagai nama resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia, kata Nusantara tetap diabadikan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Penggunaan istilah ini pada zaman kuno dipakai untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia (termasuk Semenanjung Malaysia).
Dalam arti yang lebih luas, Nusantara dalam bahasa modern meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Kepulauan Andaman & Nikobar, Brunei, Filipina, Timor Timur, Papua Nugini, Solomon Utara, dan Kepulauan Selat Torres, serta mungkin pulau pulau kecil di samudra Hindia seperti Pulau Natal, Kepulauan Cocos (Keeling), dan pulau Pasir.[9][10]
Pribumi Nusantara (Pribumi Indonesia), juga dikenal sebagai pribumi (lit. ‘pertama di tanah air Indonesia), adalah orang Indonesia yang akar leluhurnya berada di Nusantara sejak zaman pra-sejarah dari abad ke-7 M hingga abad ke-13 Masehi, dibedakan orang indonesia keturunan asing (sebagian) yang diketahui, seperti orang Indonesia tionghoa, orang Indonesia Arab, orang Indonesia India dan orang Indo-Eropa (Eurasia) yang pendahulunya berada di Indonesia dari Jaman penjajahan kolonial sejak abad ke-16 Masehi.[11] Istilah pribumi dipopulerkan setelah kemerdekaan Indonesia sebagai pengganti yang terhormat untuk istilah kolonial Belanda Inlander.Dalam konsep kenegaraan Jawa pada abad ke-13 hingga ke-15, raja adalah “Raja-Dewa”: Raja yang memerintah adalah juga penjelmaan dewa. Karena itu daerah kekuasaannya memancarkan konsep kekuasaan seorang dewa. Kerajaan Majapahit dapat dipakai sebagai teladan. Negara dibagi menjadi tiga bagian wilayah:
Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibu kota kerajaan tempat raja memerintah.
Mancanegara adalah daerah-daerah di Pulau Jawa dan sekitar yang budayanya masih mirip dengan Negara Agung, tetapi sudah berada di “daerah perbatasan”. Dilihat dari sudut pandang ini, Madura dan Bali adalah daerah “mancanegara”. Lampung dan juga Palembang juga dianggap daerah “mancanegara”.
Nusantara, yang berarti “pulau lain” (di luar Jawa)[12] daerah di luar pengaruh budaya Jawa tetapi masih diklaim sebagai daerah taklukan: para penguasanya harus membayar upeti.
Pada tahun 1336 Masehi Gajah Mada menyatakan dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.[13]
Terjemahannya adalah: “Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, “Jika telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”.
Kitab Negarakertagama mencantumkan wilayah-wilayah “Nusantara”, yang pada masa sekarang dapat dikatakan mencakup sebagian besar wilayah modern Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Nusa Tenggara, sebagian Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya, sebagian Kepulauan Maluku, dan Papua Barat) ditambah wilayah Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian kecil Filipina bagian selatan. Secara morfologi, kata ini adalah kata majemuk yang diambil dari bahasa Jawa Kuno nusa (“pulau”) dan antara (lain/seberang).
Kata Nusantara tidak hanya digunakan oleh orang Jawa dan tidak hilang setelah runtuhnya Majapahit. Kata ini dapat ditemui di Sejarah Melayu, sebuah sastra Melayu klasik yang ditulis paling awal pada tahun 1612, tetapi kata ini tetap dikenal hingga manuskrip tahun 1808:abad lebih awal oleh Kertanegara pada tahun 1275. Sebelumnya dikenal konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang dicetuskan oleh Kertanegara, raja Singhasari.[17] Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sanskerta untuk “kepulauan antara”, yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena “dwipa” adalah sinonim “nusa” yang bermakna “pulau”. Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok. Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penakhlukan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomatik berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan kerajaan Malayu Dharmasraya. Buktinya adalah Kertanegara justru mempersembahkan Arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa.
Penggunaan modern
sunting
Pada tahun 1920-an, Ki Hajar Dewantara mengusulkan penggunaan kembali istilah “Nusantara” untuk menyebut wilayah Hindia Belanda. Nama ini dipakai sebagai salah satu alternatif karena tidak memiliki unsur bahasa asing. Dan juga, alasan lain dikemukakan karena Belanda, sebagai penjajah, lebih suka menggunakan istilah Indie (terj. “Hindia”), yang menimbulkan banyak keracuan dengan literatur berbahasa lain yang dapat menunjukan identitas bangsa lain, yakni India. Istilah ini juga memiliki beberapa alternatif lainnya, seperti “Indonesië” (Indonesia) dan “Insulinde” (berarti “Kepulauan Hindia”). Istilah yang terakhir ini diperkenalkan oleh Eduard Douwes Dekker.[8]
Ketika akhirnya “Indonesia” ditetapkan sebagai nama kebangsaan bagi negara independen pelanjut Hindia Belanda pada Kongres Sumpah Pemuda II (1928), istilah Nusantara tidak serta-merta surut penggunaannya. Istilah ini kemudian tetap lestari dipakai sebagai sinonim bagi “Indonesia”, dan dipakai dalam berbagai hal yang utamanya berkaitan dengan kebangsaan, contohnya yakni baik dalam pengertian kebudayaan, antropogeografik, maupun politik (misalnya dalam konsep Wawasan Nusantara).ibu kota baru di Kalimantan Timur akan diberi nama Nusantara.[18] Berdasarkan tradisi lisan lokal Kutai sebagaimana tercatat dalam naskah sejarah Salasilah Kutai (terj. har. ‘Silsilah kerajaan Kutai’), sebelum daerah itu bernama Kutai pada abad ke-13, wilayah itu juga disebut Nusentara[19] (terj. har. ‘tanah yang terpotong’), karena tanah Aji Batara ini terletak diantara Jahitan Layar (diduga koloni Jawa) dan Kutai lama.
Nusantara adalah sebutan nama bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Akar nama Nusantara berasal dari kata nusa artinya pulau dan antara yang berarti luar atau seberang.Nusantara adalah sebuah istilah yang berasal dari perkataan dalam bahasa Jawa Kuno yaitu ꦤꦸꦱ (nusa) terj. har. “pulau” dan ꦲꦤ꧀ꦠꦫ (antara) terj. har. “antara”. Di Indonesia, istilah “Nusantara” secara spesifik merujuk kepada Indonesia (kepulauan Indonesia),[1][2][ kata ini tercatat pertama kali dalam kitab Negarakertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit; yang kawasannya mencakup sebagian besar Asia Tenggara, terutama pada wilayah kepulauan.Nusantara adalah sebuah konseptualisasi atas wilayah geografi, di mana terdapat banyak pulau-pulau dan disatukan oleh lautan. Hal ini, menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara maritim. Dari situ pula, terungkap sebuah pengakuan kemajemukan geografis yang melandasi kemajemukan budaya etnis.Istilah Nusantara pertama kali diperkenalkan oleh kerajaan Majapahit pada Abad ke-14.Dalam pengertian yang lebih luas, Nusantara dalam penggunaan bahasa modern meliputi wilayah-wilayah yang memiliki budaya dan bahasa terkait Austronesia, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand Selatan, Filipina, Brunei, Timor Timur, dan Taiwan, tetapi tidak termasuk Papua Nugini.Apa nama asli Indonesia?
Republik Indonesia (RI), atau yang lebih dikenal dengan nama Indonesia, adalah sebuah negara di Asia Tenggara yang terletak di garis khatulistiwa dan terletak di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.Kenapa Indonesia disebut Nusantara?
Indonesia adalah negara dengan lebih dari 17.000 pulau dan ratusan suku bangsa, sehingga istilah Nusantara dianggap tepat untuk menggambarkan kebhinekaan bangsa ini. Istilah ini juga digunakan secara luas di berbagai sektor, mulai dari pendidikan hingga politik.Apa pengertian dari Nusa?
Nusa dalam bahasa Jawa kuno memiliki arti pulau dan antara dalam bahasa sansekerta berarti jarak, luar atau selisih. Nama Nusantara pertama kali tercetus oleh Patih Gadjah Mada dalam sumpah palapa….Tujuan utama dari Wawasan Nusantara adalah membangun kesadaran nasional yang kuat dan rasa persatuan yang tinggi di antara seluruh warga negara Indonesia. Dengan pemahaman akan keragaman dan keunikan setiap daerah, diharapkan tercipta semangat kebersamaan untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama.Apa nama lain dari Nusantara?
Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sanskerta untuk “kepulauan antara”, yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena “dwipa” adalah sinonim “nusa” yang bermakna “pulau”.Nusantara adalah sebutan nama bagi seluruh wilayah Kepulauan Indonesia. Akar nama Nusantara berasal dari kata nusa artinya pulau dan antara yang berarti luar atau seberang. Kata Nusantara telah digunakan sejak era Majapahit pada abad 13 – 15 M yang tercatat dalam Kitab/ Kakawin Negara Kertagama yang ditulis Empu Prapanca.
Contoh ketahanan pangan adalah berbagai upaya dan tindakan yang bertujuan untuk memastikan ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan yang cukup, aman, bergizi, merata, dan terjangkau bagi semua orang. Contoh-contohnya meliputi diversifikasi pangan, intensifikasi pertanian, pengelolaan sumber daya air, dan penggunaan dana desa untuk mendukung budidaya tanaman pangan dan peternakan.
Berikut adalah beberapa contoh konkret ketahanan pangan:
1. Diversifikasi Pangan:
Meningkatkan konsumsi pangan lokal seperti singkong, jagung, ubi jalar, dan berbagai jenis umbi-umbian lainnya.
Mengembangkan produk pangan lokal berbasis tepung, seperti tepung singkong atau jagung yang diolah menjadi produk alternatif beras.
Memperluas jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat agar tidak hanya bergantung pada satu komoditas seperti beras.
2. Intensifikasi Pertanian:
Meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan menggunakan teknologi pertanian modern, bibit unggul, dan pupuk organik.
Menerapkan sistem pertanian vertikal di lahan terbatas.
Meningkatkan keterampilan petani dalam menerapkan teknik budidaya yang lebih baik dan berkelanjutan.Ketahanan pangan mencakup beberapa aspek penting yang meliputi ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan. Ketersediaan pangan memastikan adanya cukup jumlah dan variasi bahan pangan, sedangkan keterjangkauan memastikan pangan dapat diakses oleh masyarakat, termasuk secara ekonomi dan fisik. Pemanfaatan pangan meliputi bagaimana pangan dimasak, disimpan, dan dikonsumsi dengan aman dan bergizi.
Aspek-aspek Ketahanan Pangan:
Ketersediaan Pangan:
Jumlah dan variasi bahan pangan yang tersedia.
Stabilitas ketersediaan pangan dari musim ke musim atau tahun ke tahun.
Produksi pangan lokal dan impor sebagai sumber bahan pangan.
Keterjangkauan Pangan:
Aksesibilitas ekonomi terhadap pangan (kemampuan membeli).
Aksesibilitas fisik terhadap pangan (transportasi, distribusi).
Aksesibilitas sosial (dukungan sosial seperti barter atau pinjaman).
Pemanfaatan Pangan:
Cara bahan pangan dimasak, disimpan, dan dikonsumsi.
Keamanan pangan (bebas dari kontaminasi, higienis).
Diversifikasi konsumsi pangan untuk memastikan gizi yang seimbang.
Selain aspek-aspek utama di atas, ketahanan pangan juga mencakup:
Cadangan Pangan:
Tersedia cadangan pangan yang cukup sebagai antisipasi saat krisis atau musim sulit.
Keamanan Pangan:
Pangan yang dikonsumsi aman dari kontaminasi biologis, kimia, dan fisik.
Pola Makan Sehat:
Konsumsi pangan yang beragam dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.
Peran Pemerintah:
Kebijakan dan program pemerintah untuk mendukung produksi, distribusi, dan konsumsi pangan yang berkelanjutan.
Peran Masyarakat:
Perubahan perilaku konsumsi, dukungan terhadap petani dan produsen lokal, serta partisipasi dalam program ketahanan pangan.
Dengan memperhatikan aspek-aspek ini, masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk mencapai ketahanan pangan yang berkelanjutan dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup, terjangkau, dan aman bagi semua orang. Program ketahanan pangan desa mencakup berbagai kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemanfaatan pangan di tingkat desa. Beberapa program meliputi pengembangan pertanian berkelanjutan, diversifikasi tanaman, peningkatan keterampilan masyarakat, pembangunan infrastruktur pendukung pertanian, dan pengembangan lumbung pangan desa.
Berikut adalah beberapa program ketahanan pangan desa yang umum:
1. Pengembangan Pertanian Berkelanjutan:
Pengembangan Tanaman: Diversifikasi tanaman lokal, budidaya tanaman unggulan, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan teknologi pertanian tepat guna.
Pengembangan Ternak: Pengadaan bibit ternak, pelatihan pemeliharaan ternak, dan pengembangan pakan ternak lokal.
Pengembangan Ikan: Pengembangan budidaya ikan di kolam dan sawah, pelatihan budidaya ikan, dan pemasaran hasil budidaya ikan.
2. Peningkatan Keterampilan Masyarakat:
Pelatihan: Pelatihan pengelolaan hasil panen, pelatihan budidaya tanaman, pelatihan pemeliharaan ternak, dan pelatihan pengolahan pangan lokal.
Edukasi: Sosialisasi pentingnya konsumsi pangan beragam, bergizi, seimbang, dan aman (B2SA).
3. Pembangunan Infrastruktur Pendukung:
Infrastruktur Pertanian: Pembangunan jalan usaha tani, irigasi, saluran air, dan lumbung pangan desa.
Akses Pasar: Pembangunan pasar desa, pengembangan sistem distribusi produk pertanian, dan pengembangan kemitraan dengan pihak luar.
4. Pengembangan Lumbung Pangan Desa:
Pembangunan: Pembangunan lumbung pangan desa, pengadaan alat pengolahan pasca panen, dan penyimpanan hasil panen.
Pengelolaan: Pengelolaan lumbung pangan desa yang efisien dan berkelanjutan, serta pemanfaatan hasil panen untuk kebutuhan masyarakat.
5. Pemanfaatan Pangan Lokal:
Pengolahan: Pengembangan olahan pangan lokal yang bernilai tambah, seperti pengolahan hasil panen menjadi produk jadi, dan pengembangan produk olahan pangan lokal yang inovatif.
Promosi: Promosi hasil olahan pangan lokal melalui media sosial, pasar desa, dan event-event lokal.
Program ketahanan pangan desa ini dapat didukung oleh Dana Desa dengan alokasi minimal 20% dari total dana desa yang diterima. Program ini juga dapat melibatkan partisipasi masyarakat, kemitraan dengan berbagai pihak, dan pemantauan serta evaluasi secara berkala. Contoh Pangan
Susu Segar (berasal darisapi, kerbau, kuda, kambing, domba dan hewan ternak penghasil susu lain)
Buah segar utuh.
Buah Kering.
Buah Asin.
Sayur segar.
Kacang segar.
Polong-polongan segar.
Biji-bijian segar.Program Pangan Dunia (WFP) adalah organisasi internasional dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyediakan bantuan pangan di seluruh dunia. WFP adalah organisasi kemanusiaan terbesar di dunia dan penyedia makanan sekolah terkemuka. Didirikan pada tahun 1961, WFP berkantor pusat di Roma dan memiliki kantor di 87 negara…Ketahanan Pangan adalah kondisi di mana semua orang, pada setiap saat, memiliki akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan bergizi yang memenuhi kebutuhan diet dan preferensi makanan mereka untuk hidup sehat dan aktif.Berikut 6 contoh pangan lokal sumber karbohidrat pengganti nasi yang bisa dikonsumsi:
Jagung. Jagung mengandung serat yang tinggi sehingga aman mencegah sembelit. …
Singkong. Singkong memiliki sumber serat yang tinggi dan rendah kadar gula, sehingga dapat mengurangi risiko diabetes. …
Talas. …
Kentang. …
Pisang. …
Sagu.Ketahanan pangan pada dasarnya bicara soal ketersediaan pangan (food avaibilitas), stabilitas harga pangan (food price stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility). Sumber pangan tidak melulu berasal dari tanaman yang ada di sawah maupun ladang saja, melainkan juga bisa disediakan sendiri.Mengacu pada definisi FAO mengenai ketahanan pangan, maka untuk mencapai kondisi ketahanan pangan harus memenuhi 4 komponen yang harus dipenuhi , yaitu: pertama, kecukupan ketersediaan bahan pangan, kedua, stabilitas ketersediaan bahan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, ketiga, aksesibilitas/keterjangkauan terhadap bahan pangan, serta keempat, kualitas/keamanan bahan pangan yang digunakan. Hal tersebut sejalan dengan Peraturan Pemerintah No 68 tahun 2002 tentang ketahanan pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah, maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan pada dasarnya bicara soal ketersediaan pangan (food avaibilitas), stabilitas harga pangan (food price stability), dan keterjangkauan pangan (food accessibility).
Sumber pangan tidak melulu berasal dari tanaman yang ada di sawah maupun ladang saja, melainkan juga bisa disediakan sendiri. Salah satunya adalah dengan pemanfaatan pekarangan. Pemanfatan pekarangan dalam konteks ini tentunya pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga. Untuk dapat memaksimalkan fungsi pekarangan ini, maka peran perempuan sebagai pengelola rumah tangga dan menjaga ketahanan pangan keluarga sangat diperlukan.
Peran perempuan dalam menjaga ketahanan pangan keluarga setidaknya terbagi dalam tiga hal: pertama, kemampuan untuk mengatur ekonomi keluarga sehingga mampu untuk membeli kebutuhan pangan. Kedua, kreatifitas perempuan dalam melakukan diversifikasi pangan.Ketiga , kreatifitas untuk memanfaatkan lahan kosong sebagai tempat menanam tanaman pangan. Peran-peran nyata dari perempuan dalam menopang ketahanan pangan keluarga menjadi konstribusi nyata untuk menunjang ketahanan pangan nasional.
Ketiga peran perempuan tersebutlah yang menjadi salah satu dasar bagi Konsorsium klub baca Perempuan dan KSU Karya Terpadu dalam melaksanakan program pendampingan untuk 12 kelompok usaha perempuan yang tersebar pada 8 desa yang ada di Kabupaten Lombok Utara. Namun untuk dapat menjalankan dengan baik peran tersebut, khususnya yang ketiga, yakni kreatifitas untuk dapat memanfaatkan lahan kosong tersebut maka konsorsium tersebut memandang perlu adanya pelatihan bagi semua anggota kelompok. Tidak hanya mengenai kelembagan dan manejemen kelompok saja tetapi juga bagaimana mengolah sampah dapur menjadi pupuk organik serta berbagai teknik untuk budidaya tanaman di pekarangan sebagai salah satu sumber pangan. Untuk itu konsorsium telah melakukan pelatihan dan uji coba Implementasi Pembuatan Pupuk Organik dan Kebun Pangan Organik yang dilaksanakan secara bertahap di semua kelompok dampingan. Sebagai lokasi terakhir, dua Kelompk Usaha Perempuan yang berada di Dusun Kerujuk Desa Pemenang, yakni kelompok Sumber Manis dan Kelompok Sumber Bambu.untuk dapat mengenal berbagai tanaman yang memungkinkan untuk ditanam di pekarangan dengan memanfaatkan limbah plastik, seperti baskom, botol plastik, ember dan lain-lain. Serta berbagai cara budidaya. Selain itu, peserta juga diajarkan teknik pembibitan. Selama ini mereka hanya mengetahui bahwa pembibitan yang dilakukan hanya menggunakan polybag, tetapi bahan lokal juga sebenarnya bisa dipergunakan, dari bambu bekas hingga daun pisang yang masih segar bisa dimanfaatkan sebagai wadah pembibitan. Sampai disini tentu decak kagum menyertai setiap penjelasan pemateri. Mereka tidak menyangka, material yang selama ini dianggap tidak bermanfaat bisa dipergunakan untuk pengembangan pertanian. Setelah mendapatkan materi tersebut, peserta diajak untuk praktik. Mulai dari penyiapan media pembibitan serta penyiapan media tanam.
Pada hari kedua, ibu-ibu mendapatkan pelatihan pembuatan pupuk organik berbahan sampah organik limbah dapur. Berbagai sampah dapur tersebut difermentasi dalam satu wadah dengan menggunakan Mikro Organisme Lokal (MOL) untuk mempercepat proses. MOL yang dipergunakan oleh kelompok juga berbahan lokal, bisa dari bongkol pisang atau sisa buah-buahan yang dicampur dengan air gula dan air beras. Setelah dilakukan permentasi MOL tersebut dapat diaplikasikan pada sampah yang akan dikelola. Hasilnya berupa cairan yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk sedangkan yang berbentuk padatan dapat dipergunakan sebagai pupuk atau sebagai media tanam. Selanjutnya pupuk tersebut langsung dapat mereka aplikasikan pada tanaman yang telah mereka buat pada pelatihan hari pertama. Semangat peserta seakan tersulut ketika panitia menyajikan gambar-gambar sayur yang siap panen yang telah ditanam pada pekarangan oleh kelompok lain yang telah mendapatkan pelatihan serupa sebelumnya.
Hasil yang diharapkan dari pelatihan tersebut adalah meningkatnya keterampilan anggota kelompok usaha perempuan untuk memanfaatkan pekarangan. Tujuan dari kegiatan ini adalah pertama, untuk memenuhi kebutuhan gizi mikro keluarga secara berkesinambungan melalui kegiatan pemanfaatan pekarangan. Kedua, meningkatkan keterampilan anggota kelompok dalam budidaya tanaman, sekaligus pengolahannya dengan teknologi tepat guna. Selain untuk konsumsi keluarga, tanaman tersebut tentu bisa mendapatkan keuntungan secara ekonomi, jika dilakukan secara intensif pekarangan mampu memberikan sumbangan pendapatan 7 hingga 45%. Dengan demikian, apakah kita masih berfikir dua kali untuk mengelola pekarangan kita?